Digital Santri – Tradisi halal bi halal, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia terutama saat merayakan Hari Raya Idul Fitri, memiliki aspek penjelasan halal bi halal dalam Islam.
Prof Quraish Shihab, seorang pakar Islam terkemuka, memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai makna halal bi halal dalam Islam, yang mencakup aspek hukum fiqih, bahasa atau linguistik, serta perspektif Qur’ani.
Prof Quraish Shihab, dalam karyanya yang terkenal, “Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” (1999).
3 Konsep Halal bi halal digagas oleh KH Abdul Wahab Chasbullah (1888-1971):
1. Aspek Hukum Fiqih: Meningkatkan Pemahaman Keislaman
Dari perspektif hukum fiqih, halal bi halal memiliki konotasi yang signifikan terkait dengan pengampunan dosa. Prof Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam Islam, halal (yang dibolehkan) adalah kebalikan dari haram (yang dilarang). Ketika halal bi halal diucapkan, pesan yang tersirat adalah penghapusan dosa atau kesalahan di antara individu yang terlibat.
Ritual halal bi halal menjadi sarana untuk membersihkan hubungan yang tadinya terputus akibat konflik atau ketidaksepakatan. Syarat utamanya adalah saling memaafkan dengan tulus dan terbuka.
Prof Quraish menyoroti bahwa hukum fiqih juga mempertimbangkan istilah makruh (yang tidak dianjurkan). Meskipun tidak dosa jika dilakukan, menghindari perbuatan makruh lebih baik karena bisa mendatangkan pahala.
Dalam konteks halal bi halal, tujuan utamanya adalah untuk menyucikan hubungan dari yang kurang baik menuju yang lebih baik.
2. Aspek Bahasa atau Linguistik: Memperbaiki Hubungan yang Terputus
Dari segi bahasa, halal berasal dari kata halla yang berarti menyelesaikan masalah atau memperbaiki hubungan yang terputus.
Dalam halal bi halal, tujuannya adalah untuk menyambung kembali ikatan yang terputus, mengurai ketegangan, dan memperjelas hubungan antara individu atau kelompok.
Upaya ini mencerminkan semangat untuk memperbaiki dan memperkuat tali silaturahim di antara sesama umat Islam.
Prof Quraish Shihab menekankan bahwa halal bi halal juga menjadi sarana untuk menyambung kembali apa yang tadinya terpisah atau rusak.
Melalui instrumen silaturahim yang diwujudkan oleh halal bi halal, diharapkan individu menemukan hakikat Idul Fitri dalam bentuk penerimaan, pengampunan, dan perbaikan hubungan yang lebih baik.
3. Aspek Qur’ani: Membuat Setiap Aktivitas Menyenangkan dan Bermakna
Dari sudut pandang Qur’ani, halal yang diinginkan adalah yang thayyib, yang baik dan menyenangkan. Al-Qur’an menekankan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang Muslim haruslah baik dan memberi manfaat bagi semua pihak.
Oleh karena itu, halal bi halal bukan sekadar soal memaafkan kesalahan orang lain, tetapi juga tentang memberi yang terbaik dalam interaksi dan hubungan sosial.
Prof Quraish Shihab menyatakan bahwa pesan Qur’ani dalam halal bi halal bukan hanya berhenti pada memaafkan kesalahan, melainkan juga berbuat baik secara konsisten dan bertanggung jawab terhadap kesalahan yang pernah terjadi di masa lalu. Ini mencerminkan semangat membangun masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Dari penjelasan Prof Quraish Shihab, dapat disimpulkan bahwa halal bi halal bukan hanya ritual keagamaan, melainkan sebuah praktik yang mendalam dalam Islam untuk memperbaiki hubungan, meningkatkan pemahaman keislaman, dan membawa makna yang baik dan menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim.
Semoga aspek penjelasan halal bi halal dalam Islam ini senantiasa menjadi bagian dari budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia dalam membangun persatuan dan kesatuan yang harmonis.